" Terimakasih kelompok Ana Rizky Ramadhani BK UMMgl"
A.
Pendahuluan
Teori
Kognitif Sosial (Social Cognitive
Theory) merupakan penamaan baru dari Teori
Belajar Sosial (Social Learning
Theory) ide pokok dari pemikiran Bandura juga
merupakan pengembangan dari ide Miller dan Dollard tentang belajar meniru (imitative learning). Pada beberapa publikasinya, Bandura telah mengkolaborasi proses belajar
sosial dengan faktor-faktor kognitif dan behavioral yang memengaruhi seseorang
dalam proses belajar sosial.
Konsep utama dari teori kognitif sosial adalah pengertian tentang observational
learning atau proses belajar dengan mengamati. Jika ada seorang
model di dalam lingkungan seorang individu, misalnya saja teman atau anggota
keluarga di dalam lingkungan internal, atau di lingkungan publik seperti para
tokoh publik di bidang berita dan hiburan, proses belajar dari individu ini akan
terjadi melalui cara memperhatikan model tersebut.
Terkadang perilaku seseorang bisa timbul hanya karena proses modeling. Modeling atau peniruan merupakan the direct mechanical reproduction of behavior, reproduksi
perilaku yang langsung dan mekanis. Sebagai contoh, ketika seorang ibu
mengajarkan anaknya bagaimana cara mengikat sepatu dengan memeragakannya
berulang kali sehingga si anak bisa mengikat tali sepatunya, maka proses ini
disebut proses modeling.
Sebagai tambahan bagi proses peniruan interpersonal, proses modeling dapat juga terlihat pada
narasumber yang ditampilkan oleh media. Misalnya orang bisa meniru bagaimana
cara memasak kue dalam sebuah acara kuliner di televisi. Meski demikian tidak
semua narasumber dapat memengaruhi khalayak, meski contoh yang ditampilkan
lebih mudah dari bagaimana cara membuat kue. Di dalam kasus ini, teori kognitif
sosial kembali ke konsep dasar rewards
and punishments (imbalan dan hukuman) tetapi menempatkannya dalam
konteks belajar sosial.
Baranowski, Perry, dan Parcel menyatakan bahwa "reinforcement is the primary construct in
the operant form of learning" proses penguatan merupakan bentuk
utama dari cara belajar seseorang. Proses penguatan juga merupakan konsep
sentral dari proses belajar sosial. Di dalam teori kognitif sosial, penguatan
bekerja melalui proses efek menghalangi (inhibitory effects) dan efek membiarkan
(disinhibitory
effects). Inhibitory
Effects terjadi ketika seseorang melihat seorang model yang diberi
hukuman karena perilaku tertentu, misalnya penangkapan dan vonis hukuman
terhadap seorang pejabat terkenal yang terkena kasus korupsi. Dengan mengamati
apa yang dialami model tadi, akan mengurangi kemungkinan orang tersebut
mengikuti apa yang dilakukan sang pejabat terkenal itu. Sebaliknya, Disinhibitory effects terjadi
ketika seseorang melihat seorang model yang diberi penghargaan atau imbalan
untuk suatu perilaku tertentu. Misalnya disebuah tayangan kontes adu bakat di
sebuah televisi ditampilkan sekelompok pengamen jalanan yang bisa memenangi hadiah
ratusan juta rupiah, serta ditawari menjadi model iklan dan bermain dalam
sinetron karena mengkuti lomba tersebut. Menurut teori ini, orang juga akan
mencoba mengikuti jejak sang pengamen jalanan.
Efek-efek yang dikemukakan di atas
tidak tergantung pada imbalan dan hukuman yang sebenarnya, tetapi dari
penguatan atas apa yang dialami orang lain tapi dirasakan seseorang sebagai
pengalamannya sendiri (vicarious
reinforcement).
Menurut Bandura, vicarious
reinforcement terjadi karena adanya konsep pengharapan hasil (outcome
expectations ) dan harapan hasil (outcome expectancies ). Outcome expectations menunjukkan
bahwa ketika kita melihat seorang model diberi penghargaan dan dihukum, kita
akan berharap mendapatkan hasil yang sama jika kita melakukan perilaku yang
sama dengan model. Seperti dikatakan oleh Baranowski dkk, "People
develop expectations about a situation and expectations for outcomes of their
behavior before they actually encounter the situation" orang akan
mengembangkan pengharapannya tentang suatu situasi dan pengharapannya untuk
mendapatkan suatu hasil dari perilakunya sebelum ia benar-benar mengalamai
situasi tersebut. Selanjutnya, seseorang mengikat nilai dari pengharapan
tersebut dalam bentuk harapan akan hasil.
Konsep-konsep yang telah dikemukakan merupakan proses dasar dari
pembelajaran dalam teori kognitif sosial. Meskipun demikian, terdapat beberapa
konsep lain yang dikemukakan teori ini yang akan memengaruhi sejauh mana
belajar sosial berperan. Salah satu tambahan yang penting bagi teori ini adalah
konsep identifikasi (indentification) dengan model di dalam media. Secara khusus
teori kognitif sosial menyatakan bahwa jika seseorang merasakan hubungan
psikologis yang kuat dengan sang model, proses belajar sosial akan lebih
terjadi. Menurut White
identifikasi muncul mulai dari ingin menjadi hingga berusaha menjadi seperti
sang model dengan beberapa kualitas yang lebih besar. Misalnya seorang anak
yang mengidolakan seorang atlit sepakbola, mungkin akan meniru atlit tersebut
dengan cara menggunakan kostum yang sama dengan atlit tersebut atau mengonsumsi
makanan yang dikonsumsi atlit tersebut.
Teori kognitif sosial juga mempertimbangkan pentingnya kemampuan sang
"pengamat" untuk menampilkan sebuah perilaku khusus dan kepercayaan
yang dipunyainya untuk menampilkan perilaku tersebut. Kepercayaan ini disebut
dengan self-efficacy atau
efikasi diri dan hal ini dipandang sebagai sebuah prasayarat kritis dari
perubahan perilaku. Misalnya dalam kasus tayangan tentang cara pembuatan kue di
televisi yang telah disebutkan di atas. Teori kognitif sosial menyatakan bahwa
tak semua orang akan belajar membuat kue, khususnya bagi mereka yang terbiasa
membeli kue siap saji dan mempunyai keyakinan bahwa membuat kue sendiri
merupakan hal yang sia-sia dan tak perlu karena membelinya pun tidak mahal
harganya. Dalam hal ini orang tersebut dianggap tidak mempunyai tingkat efikasi
diri yang cukup untuk belajar memasak kue dari televisi.
B.
Teori Social
Learning Dari Albert Bandura
1.
Biografi
Albert Bandura
lahir pada 4 Desember 1925 di Mundare, kota kecil di Alberta, Canada. Dia
mendapat gelar B.A dari University of British Columbia, kemudian M.A. pada
1951, dan Ph.D. pada 1952 dari University of lowa. Dia mengikuti magang
pascadoktoral di Wichita Guidance Center pada 1953 dan kemudian bergabung di
Stanford University. Pada 1969-1970 dia sempat di Center for the Advanced Study
in the Behavioral Sciences. Bandura kini menjabat sebagai David Starr Jordan
Professor of Social Science di Fakultas Psikologi di Universitas Stanford.
Diantara
penghargaan yang pernah diterimanya adalah Guggenheim Fellowship, 1972;
Distinguished Scientist Awarsd dari Divisi 12 American Pschological
Association, 1972; Distinguished Scientific Achievement Award fsti California
Psycological Association, 1973; Presidency of the American Psycological
Association, 1974; James McKeen Cattel Award, 1977; dan James McKeen Catell
Fellow Award dari American Psychological Society, 2003-2004. Selain itu, Bandura
menjabat berbagai posisi di beberapa masyarakat ilmiah dan menjadi anggota
dewan editor untuk sekitar 17 buah jurnal ilmiah.
Saat di
University of lowa, Bandura dipengaruhi oleh Kenneth Spence, seorang teoretisi
Hullian terkemuka, tetapi minat utama Bandura adalah psikologi klinis. Pada
saat itu, Bandura ingin menjelaskan gagasan yang dianggap efektif dalam
psikoterapi dan kemudian menguji dan memperbaiki gagasan itu. Pada periode ini
pula Bandura membaca buku Social Learning and Imitation karya Miller dan
Dollard (1941). Buku ini amat memengaruhi dirinya. Miller dan Dollard
menggunakan teori belajar Hullian sebagai basis penjelasan mereka. Penjelasan
tentang belajar sosial dan imitatif Miller dan Dollard mendominasi literatur
psikologi selama lebih dari dua dekade. Baru pada 1960-an Bnadura mulai menulis
serangkaian artikel dan buku yang menentang penjelasan lama tentang belajar
imitatif dan memperluas topik itu ke apa yang kini dinamakan belajar
observasional. Bandura kini dianggap sebagai teoretisi dan periset utama di
area belajar observasional, topik yang kini sangat populer.
2.
Konsep
Teori belajar sosial (social learning) dari Bandura, didasarkan pada konsep
saling menentukan (reciprocal determinism), tanpa penguatan (beyond
reinforcement), dan pengaturan dari/ berfikir (self-regulation/cognition).
1.Determinis resiprokal
Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi
timbal-balik yang terus menerus antara determinan kognitif, behavioral dan
lingkungan. Orang mempengaruhi tingkah lakunya dengan mengontrol kekuatan
lingkungan, tetapi orang tersebut juga dikontrol oleh lingkungan. Teori belajar
sosial memakai saling-determinis sebagai prinsip dasar untuk menganalisis
fenomena psiko-sosial di berbagai tingkat kompleksitas, dari perkembangan
intrapersonal sampai tingkah laku interpersonal serta fungsi interaktif dari
organisasi dan sistem sosial.
2.Tanpa reinforsemen
Menurut Bandura reinforsemen penting dalam menentukan apakah suatu tingkah
laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu-satunya pembentuk
tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan hanya dengan mengamati dan kemudian
mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada reinforsemen
yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh aspirasi konsekuensi, hal
tersebut merupakan pokok teori belajar sosial.
3.Kognisi dan Regulasi diri
Konsep Bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri
sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur
lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi tingkah
lakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk berfikir simbolik menjadi sarana
yang kuat untuk menangani lingkungan, misalnya dengan menyimpan pengalaman
dalam wujud verbal dan gambaran imaginasi untuk kepentingan tingkah laku pada
masa yang akan datang. Kemampuan untuk menggambarkan secara imaginatif hasil
yang akan diinginkan pada masa yang akan datang mengembangkan strategi tingkah
laku yang membimbing ke arah tujuan jangka panjang.
·
Pembelajaran
Salah satu asumsi yang paling awal dan mendasar teori kognitif sosial
Bandura adalah manusia cukup fleksibel dan sanggup mempelajari beragam
kecakapan bersikap maupun berperilaku, dan bahwa titik pembelajaran terbaik
dari sini semua adalah pengalaman-pengalaman tak terduga (vicarious
experience). Meskipun manusia sudah banyak belajar dari pengalaman langsung
namun, lebih banyak yang mereka pelajari dari aktifitas mengamati perilaku
orang lain. Seperti ysng dikatakan Bandura(1986, hlm 47), “ jika pengetahuan
diperoleh hanyya melalui efek-efek dari tindakannya sendiri, maka proses
kognitif dan perkembangan sosial akan banyak tetahan meski tidak akan pernah
hilang”.
·
Pembelajaran dengan Mengamati (Observation Learning)
Bandura yakin bahwa tindakan mengamati memberikan ruang bagi manusia untuk
belajar tanpa berbuat apa pun. Manusia mengamati fenomena alam, seperti hewan,
air terjun dan lain-lain, tetapi yang lebiih penting bagi teori kognitif sosial
adalah manusia belajar dengan mengamati perilaku orang. Dalam hal ini Bandura
berbeda pendapat engan Skinner karena Bandura percaya penguatan bukanesensi
pembelajaran. Meski penguatan memfasilitasi pembelajaran, namun itu bukan
syarat utamanya. Pembelajaran manusia yang utama adalah mengamati model-model
dan pengamatan inilah yang terus-menerus diperkuat.
Bandura yakin bahwa pembelajaran dengan mengamati jauh lebih efisien
daripada pembelajaran dengan mengalami langsung. Dengan mengamati orang lain,
manusia mempelajari respon mtana yang diikuti penghukuman atau mana yangg tidak
mendapat penguatan. Anak-anak mengamati karakter-karakter di televisi
contohnya, dan mengulangi apa yang didengar atau dilihat, jadi mereka tidak
perlu melakukan sendiri beragam perilaku secara acak dan berharap mengetahui
mna yang akan dihargai mana yang tidak.
·
Pemodelan
Inti belajar mengamati adalah pemodelan(modeling). Belajar melalu pemodelan
mencakup penambahan dan pencarian perilaku yang diamati, untuk kemudian
melakukan generalisasi dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Maksdnya,
pemodelan melibatkan proses-proses kognitif, jadi tidak hanya meniru, tetapi
lebih dari sekedar menyesuaikan diri dengan tindakan orang lain karena sudah
melibatkan perepresentasian informasi secara simbolis dan menyimpannya untuk
digunakan di masa depan (Bandura,1986,1994).
Beberapa faktor yang menentukan apakan seseoran akan belajar dari suatu
model atau tidak. Pertama, karakteristik model sangat penting. Manusia lebih
menyukai model yang statusnya lebih tinggi daripada sebaliknya, pribadi yang
kompeten daripada yang tidak kompeten, dan pribadi yang kuat daripada yang
lemah.
Kedua, konsekuensi perilaku yang dimodelkan dapat memberikan efek bagi
pengamatnya. Semakin besar nilai yang diberikan pengamat, semakin besar
kemungkinan perilaku diserap. Selain itu, pembelajaran dapat difasilitasi
ketika pengamat melihat model menerima penghukuman yang kejam ; contohnya,
melihat orang mendapat kejutan besar saat menerima kabel lisrik mengajarkan
pengamat sebuah pelajaran berharga tentang pengalaman kesetrum.
·
Proses-proses yang Mengatur Pembelajaran dengan Mengamati
Bandura menemukan empat proses yang
mengatur pembelajaran dengan mengamati: perhatian, representassi, produksi
perilaku dan motivasi.
Perhatian. Sebelum mampu menjadikan seseorang
sebagai model kita harus mampu memerhatikan orang tersebut. Terdapat beberapa
faktor yang mengatur perhatian :
v
Memiliki kesempatan untuk mengamati
v
Model-model yang atraktif lebih banyak diamati daripada yang tidak
v
Hakikat perilaku yang memengaruhi diri kita , artintya, kita sering
mengamati sesuatu yang penting atau yag bernilai bagi diri kita
Representasi. Agar pengamatan dapat membawa kita
pada pola-pola respon yang baru, pola-pola tersebut harus direpresentasikan
secara simbolis di dalam memori. Representasi simbolik tidak mesti harus verbal
karena ada pengamatan yang bisa dilakukan di dalam khayalan bahkan bisa
dihadirkan kendati tanpa kehadiran fisik modelnya. Proses ini sangat penting
bagi bayi sewaktu kemampuan verbal mereka masih belum berkembang.
Namun pengkodean verbal juga dapat
mempercepat proses pembelajaran dengan mengamati. Melalui bahasa, kita dapat
mengevaluasi secara verbal perilaku kita dan memutuskan perilaku mana yang
ingin diupayakan. Pengodean verbal ini membantu kita untuk mengujicobakan
perilaku secara simbolis : contoh dengan mengatakan pada diri sendiri berulang
kali bagaimana cara mewujudkan perilaku tersebut saat kesempatan terbuka. Uji
coba ini juga dapat juga meniru performa aktual respon yang dujadikan model,
sehingga padagilirannya uji coba ini membantu proses perhatian berjalan kuat.
Produk perilaku. Setelah memberikan perhatian kepada
model dan mempertahankan apa yang sudah diamati, kita akan menghasilkan
perilaku, untuk mengubah representasi kognitif menjadi tindakan yang tepat.
Setelah mempersiapkan secara simbolis respon-respon yang relevan kita baru
mencoba perilaku yang baru, ketika mencoba perilaku baru itu kita mencermati
diri sendiri, contohnya : saati kita beljar mengemudi ataupun belajar menari
balet, karena kita tidak dapat sunguh-sungguh mengamati diri kita sendiri maka
para atlit menggunakan kamera video untuk membantu mereka metaih atau
memperbaiki kemampuan motorik mereka.
Motivasi. Pembelajaran dengan mengamati paling
efektif ketika subjek yang belajar termotivasi untuk melakukan perilakuyang
dimodelkan. Perhatian dan perepresentasian memang dapat memimpin kita pada
ketepatan pembelajaran namun, performa harus difasilitasi oleh motivasi agar
mampu mewujudkan perilaku yang diinginkan. Meskipun pengamatan terhadap orang
lain dapat mengajarkan kita bagaimana melakukan sesuatu, tapi mungkin kita
tidak memiliki keinginan untuk melakukan tindakan yang dibutuhkan. Seseorang
dapat mengamati orang lain menggunakan gergaji listrik atau penyedot debu namun
tidak termotivasi untuk mengupayakan aktivitas tersebut.
·
Pembelajaran dengan Bertindak (Enactive Learning)
Setiap respon yang dibuat seseorang selalu diikuti oleh sejumlah
konsekuensi. Beberapa dari konsekuensi ini memuaskan, beberapa tidak, dan yang
lain tidak begitu diperhatikan secara kognitif sehingga memberikan efek yang
kecil saja. Bandura yakin bahwa perilaku yang kompleks dapat dipelajari ketika
manusia memikirkan dan mengevaluasi konsekuensi-konsekuensi dari perilaku
tersebut.
Konsekunsi-konsekunsi sebuah respom sekurang-kurangnya memiliki tiga
fungsi. Pertama, konsekuensi respon menginformasikan efek-efek tindakan. Kita
dapat mempertahankan informasi tersebut dan menggunakannya sebagai penuntun
bagi tindakan di masa depan. Kedua, konsekuensi respon memotivasi perilaku
antisipatif; artinya, kita sanggup merepresentasikan secara simbolis
keluaran-keluaran perilaku di masa depan dan bertindak berdasarkan hal
tersebut. Ketiga, konsekuensi respon memperkuat perilaku, sebuah fungsi yang
sudah didokumentasikan dengan baik oleh Skinner (Bab 15) dan para teoritisi
penguatan lainnya. Namun demikian, Bandura(1986) yakin bahwa meskipun penguatan
sering kali tidak disadari dan bekerja otomatis namun, campur tangan kognitif
juga mempengaruhi pola-pola perilaku yang kompleks. Bandura yakin bahwa
pembelajaran jauh lebih efisien ketika pembelajaran secara kognitif terlibat di
dalam situasi pembelajaran dan memahami perilaku mana yang dapat menghasilkan
respon-respon yang tepat.
·
Analisi
Intinya, Bandura percaya bahwa perilaku baru dapat dicapai lewat dua jenis
pembelajaran utama: pembelajaran dengan mengamati dan pembelajaran dengan
bertindak. Elemen inti pembelajaran dengan mengamati adalah pemodelan, yang
mencakup pengamatan terhadap aktivitas-aktivitas yang benar, mengodekan secara
tepat kejadian-kejadian untuk direpresentadikan di dalam memori, melakukan
performa aktual perilaku, dan menjadi cukup termotivasi. Pembelajaran dengan
bertindak mengizinkan seseorang untuk mencapai pola-pola baru perilaku kompleks
lewat pengalaman langsung dengan memikirkan dan mengevaluasi
konsekuensi-konsekuensi perilaku tersebut.
ü
Kelemahan dari teori Albert Bandura
Jika teori Albert Bandura ditekankan
pada observasi pemodelan maka jika individu yang memiliki pemahaman kognitif
rendah, jika disuguhkan pemodelan yang negatif maka individu tersebut akn
berpotensi untuk meniru karena individu tersebut tidak dapat menganalisi suatu
tindakan model.
ü
Kelebihan dari teori Albert Bandura
Teori ini menekankan bahwa lingkungan
dan perilaku individu dihubungkan melalui sistem kognitif individu tersebut.
Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata - mata refleks atas
stimulus (S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi
antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri.
C.Pembahasan
Setelah mengetahui tentang teori belajar
sosial dari Albert Bandura kita dapat memahami bahwa setiap individu dapatt
dengan cepat melakukan imitasi tingkah laku seorang model yang dianggapnya
melebihi dirinya sendiri. Oleh karena itu kita harus membentengi diri kita
ataupun orang terdekat kita agar tidak mengimitasi kelakuan yang negativ dari
model, bukan karena keinginan ataupun rencana karena dizaman sekarang ini
terdapat banyak pemodelan baik melalui media masa cetak ataupun non cetak,
seperti iklan dan sebagainya. Sebagai seorang muslim tentunya kita harus cerdas
memilah kelakuan yang terdapat di sekitar kita, terlebih jika individu tersebut
masih kecil ataupun belum dewasa. Dalam sebuat hadist, rasullulah bersabda:
“Anak adalah sebagai tuan selama
tujuh tahun(pertama), sebagai pembantu selama tujuh tahun(kedua) dan sebagai
wazir(menteri) selama tujuh tahun(ketiga). Jika kamu masih mampu membantu di
saat umur dua puluh tahun, bantulah dia. Jika tidak mampu, lepaskanlah dia,
maka selesailah sudah tanggung jawabmu di hadadapan Allah.” Tujuh tahun pertama
orang tua membantu perkembangan anaknya dengan kasih sayang dan cinta. Tujuh
tahun kedua hendaknya orangt tua banyak memberikan motivasi agar anak terampil
melakukan berbagai pekerjaan orang tua yang bisa dibantunya. Orang tua perlu
sering memberikan hadiah dan pujian jika anak melakukan perbuatan baik seperti
membantu pekerjaan rumah. Tujuh tahun ketiga, hendaknya berlangsung hubungan
berdasarkan prinsip penghormatan dan musyawarah( seperti seorang raja dengan
menterinya). Pada usia seperti ini, orang tua memanfaatkan kemampuan anaknya
untuk melakukan beberapa pekerjaan. Selain itu orang tua juga berperan sebagai
model pertama yang anak tiru sebelum ia mengenal lingkungannya. Sehingga orang
tua dituntun untuk menjadi model yang akan berdampak positif bagi proses
imitasi anak tersebut.
Selain
orang tua, sekolah, lingkungan masyarakat juga berpengaruh pada pertumbuhan
perilaku anak. Misalnya seseorang yang tinggal di pegunungan atau sungai yang
suara airnya cukup keras, biasanya cenderung berbicara dengan suara keras.
Tetapi pengaruh ini tidak menetap, saat orang itu pindah ke kota atau tempat
yang tenang lalu ia melihat model orang di tempat tersebut maka lambat laun ia
akan berbicara seperti model yang ia tiru. Besarnya pengaruh lingkungan
terhadap kepribadian seseorang juga digambarkan Rasullulah SAW dalam sebuah
hadist:
“ sahabat yang shaleh itu bagaikan
penjual minyak kasturi (wangi), karena kamu membeli atau tidak, kamu akan
mencium bau haarumnya. Sedangkan teman yang buruk bagaikan bersahabat dengan
pandai besi, kalau kamu tidak mendapatkan serpihan apinya kamu mencium bau
besinya” jika kita hubungkan dengan teori Albert Bandura maka jika kita salah
memilih model yang akan kita tiru maka kita akan merugi dengan sendirinya.
Dalam Islam keteladanan tertinggi ada pada Nabi Muhammad SAW dialah yang
menjadi panutan dan suri teladan bagi kaum muslimin. Segala sikap dan tingkah
laku kaum muslimin harus mengikuti sikap dan perilaku beliau, maka meniru
perilaku beliau adalah ibadah dan mengandung pahala. Hal ini tidak lain karena
Allah telah menetapkan agar Rasul-Nya selalu menjadi contoh yang baik. Jika
teori Albert Bandura ini dilihat dari sudet pandang Bimbingan dan Konseling,
maka sebagai konselor sebaiknya menjadi pembimbing atau pun model yang baik
dengan memberikan layanan-layanan positif bagi konseli.
3. Penutup
Sebagai seorang calon guru bk atau pun konselor kita harus selalu
membimbing peserta didik untuk dapat memilih ataupun menyaring sesuatu yang
baik atau yang buruk, karena dalam proses observasi setiap individu berpotensi
untuk meniru apa saja yang dilakukan oleh model, sekalipun bersifat negatif.
Oleh karena itu dengan adanya pertahanan ataupun benteng yang kuat dari dalam
diri individu maka seorang individu dapat memilih mana yang baik untuk ditiru
dan mana yang tidak baik.
4. Referensi
·
B.R Hergenhahn dan Mattehew H Olson.2009.Theories of learning (Ed.7, Cet.
1; xii, 542 hlm; 26 cm).Jakarta: Kencana
·
Erhamwilda.2009.Konseling Islami.Yogyakarta: Graha Ilmu
·
Jess Feist dan Gregor J. Feist.2008.Theories of Personality.Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
·
Ki Fudyartanta.2012.Psikologi Kepribadian.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
·
Bell Gredler,
E.Margaret.1991.Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV.Rajawali
·
John W. Satrock.2007.Psikologi Pendidikan, edisi kedua..Jakarta: PT.
Kencana Media Group
·
Social Cognitive Theory of Organizational Management. http://www.annualreviews.org diakses pada 11 febuari 2016
·
Alwisol.2008.Psikologi Kepribadian.Malang: UMM Press
·
Margaret E. Gredle.2011.Learning and Instruction.Jakart:: Prenada Media
Grup
·
Mukminan.1997. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: P3G IKIP
·
Yanto, Budi. 2012. Teori Pembelajaran Sosial dan Implikasinya Dalam
Pendidikan. http://www.budhii.web.id/2012/12/teori-pembelajaran-sosial-dan.html
diakses 12 Februari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar